Senin, 20 Februari 2012


KADAL IJO

            Sudah berkali-kali aku mencoba ingin menangkap kadal ijo di lingkungan rumahku. Secepat kilat kadal ijo itu melesat meloncat, berganti warna saat aku mengerdipkan mata, lalu menghilang. Saat aku lengah kadal ijo itu muncul lagi. Begitu seterusnya, menggoda dan mempermainkan mata.
            Orang lain mengatakan bunglon, bengkarung, tapi aku lebih suka ikut lingkunganku menamakan kadal ijo. Sudah pernah aku mendesak mereka untuk mengatakan itu bunglon, mereka seolah mencibirku menolak nama itu. Mereka bersikukuh tidak menerima nama yang lain selain kadal ijo.
            Seperti aku, orang biasanya jadi berpikir, merenung dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar dirinya. Adanya kadal ijo di lingkungan rumahku menambah daftar pikiran, renungan dan tindakan yang baru pada diriku. Tadinya aku ingin membuang jauh-jauh masalah kadal ijo itu, tapi rupanya tetangga di lingkunganku juga ikut terusik mendesak aku dan seluruh warga supaya secepatnya menangkap  kadal ijo itu karena sebagian generasi dari warga seumur-umur belum pernah melihat kadal ijo. Tersebarlah wara-wara kepada seluruh warga untuk menangkap kadal ijo itu. Kadal ijo itu semakin sempit ruang geraknya.
            Tiap warga yang terusik dan tertarik dengan hadiah yang tersedia untuk menangkap kadal ijo itu, memasang jerat di masing-masing tempatnya. Jerat-jerat yang dipasang beraneka bentuk dari yang tradisional memakai peralatan sederhana seperti dari bambu sampai memasang peralatan yang memakai elektronik, tapi belum ada yang memakai kamera monitor yang bisa dikendalikan dari jarak jauh dan secara otomatis  dapat menangkap kadal ijo itu. Tetapi selama itu, tidak ada orang yang melaporkan tertangkapnya kadal ijo itu. Yang tertangkap jenis kadal-kadal yang lain selain kadal ijo. Saking sulitnya menangkap kadal ijo itu, orang lalu melupakan seiring lamanya waktu menunggu dan rusaknya peralatan jerat yang dipasang di masing-masing tempat. Kadal ijo itu tidak lagi menjadi incaran warga.
            Dalam situasi terlupakan, kadal ijo itu muncul lagi. Kali ini kemunculan kadal ijo itu bertambah banyak kelipatannya menjadi bermunculan di tiap-tiap rumah tangga. Tidak ada keluarga yang terlewat dari menyebarnya kadal ijo itu. Tiap keluarga jadi sibuk terperangah memikirkan kadal ijo itu. Aku berembuk dengan keluargaku mengapa kadal ijo itu bisa sampai dan masuk di lingkungan keluargaku. Mungkin keluarga-keluarga lain tidak berbeda dengan keluargaku menyoal kadal ijo itu. Tiap keluarga tidak ada lagi yang merasa asing dengan kadal ijo. Hanya saja tiap keluarga merasa kesulitan unutk menangkapnya. “Bisa dikenal, bisa dilihat, sulit dijerat, sulit ditangkap, muncul begitu cepat dan menghilang begitu cepat”.
            Kemunculan kadal ijo pada tiap-tiap keluarga mendatangkan masalah baru merebaknya penyakit borok pada tiap-tiap keluarga. Tadinya orang hanya merasa mengeluh gatal-gatal kulitnya. Kemudian gatal-gatal menjadi bintul-bintul yang apabila digaruk lecet mengeluarkan cairan putih. Jadilah borok menyebar di masing-masing keluarga. Hanya warga yang berperilaku bersih tentunya dapat terhidar dari penyakit borok. Berbagai media mengekspos merebaknya penyakit borok di lingkungan desaku. Menyebarlah berita penyakit borok ke seluruh antero daya jangkau mass media itu. ***
            Namanya Selo. Karena sudah usia lanjut, orang memberi nama Kaki Selo. Selo artinya batu. Seperti namanya, orangnya keras seperti batu perangainya. Keseharian pada usia muda mencari ikan dengan jala. Kini pada usia tua beralih profesi berternak, mencari dan berburu kadal ijo. Entah mengapa kadal ijo menjadi penopang hidupnya hingga mengantar anak-anaknya menuju kehidupan yang layak dengan bekerja di manca negara. Kini Kaki Selo tidak lagi punya anak yang tinggal di rumah, semua anaknya sudah mandiri. Artinya Kaki Selo hanya bersama istrinya Nini Selo di rumahnya dibantu empat orang laki-laki mengurus Kadal Ijo.
            Keluarga Kaki Selo sewaktu anak-anaknya masih kecil, masih berkumpul, merupakan keluarga yang diasingkan tetangganya dan orang lain. Mereke semua mengidap penyakit kulit berupa borok. Sampai pada suatu saat Kaki Selo dalam mencari ikan dengan jala tak sengaja mendapatkan seekor kadal ijo. Kadal ijo kemudian dibawa pulang bersama ikan-ikan yang diperoleh dari sungai. Dengan diam-diam Kaki Selo mengolah kadal ijo itu kemudian dimakan bersama keluargnya. Selang beberapa waktu kemudian Kaki Selo dan seluruh anggota keluarganya sembuh dari penyakit borok. Mulai saat itu tetangga dan masyarakat sekitar tidak lagi mengasingkan keluarga Kaki Selo. Dan Kaki Selo dari kejadian itu lebih sering berburu kadal ijo daripada mencari ikan.
            Aku bertandang ke rumah Kaki Selo untuk meyakinkan kebenaran khabar tentang ternak kadal ijo. Rumahnya jauh sekali di tepian hutan. Harus ditempuh beberapa jam untuk sampai ke rumahnyaa, itupun harus dengan kendaraan roda dua dan masih ditambah jalan kaki. Orang tidak akan kesasar nencari rumah Kaki selo karena ada rambu-rambu jalan bergambar kadal ijo menuju rumahnya. Dan hanya orang buta dan tidak mau tahu rambu-rambu akan kesasar sampai hutan lindung di belakang rumah Kaki selo. Aku ssampai di rumah Kaki Selo tanpa kesulitan pada saat matahari menatap tegak lurus permukaan bumi.  
            Memasuki pelataran rumah Kaki Selo seperti masuk ke dunia lain, sepi, sunyi, namun memancarkan suasana kedamaian. Pohon-pohon besar melindungi pelataran dari tatapan sinar matahari. Sejumlah pranji atau sangkar kadal ijo dari bambu berjejer di sana sini mengelilingi rumah Kaki Selo. Empat pembantu menjaga dan memelihara dari empat penjuru arah mata angin sesuai asal kadal ijo itu. Bau khas kadal ijo “langu” menyebar bersama hembusan angin yang menghampiri tiap-tiap pranji atau sangkar kadal ijo itu.
            Salah satu pembantu Kaki Selo menemui aku menanyakan keperluan kedatanganku. Pembantu itu memaklumi dan mengatakan bahwa Kaki Selo sedang istirahat tidak boleh diganggu karena sejak pagi Kaki Selo kedatangan beberapa tamu minta ditambani penyakit boroknya. Aku menyempatkan ngobrol dengan keempat pembantu Kaki Selo.
            Empat pembantu Kaki Selo ngpbrol ngalor ngidul denganku. Tetek bengek diomongkan, dari keseharian Kaki Selo sampai ternak Kadal Ijo yang diambil dari empat penjuru mata angin. Kadal Ijo yang dari arah utara rumah dipelihara satu orang pembantu untuk menyembuhkan orang-orang berpenyakit borok dari arah utara, begitu seterusnya untuk arah mata angin yang lain. Kata pembantu juga, ada orang yang memberlakukan kadal ijo seperti kadal Mesir untuk vitalitas pria sama halnya dengan viagra. Tapi itu belum menjadi legalitas Kaki Selo, maksudnya Kaki Selo belum mengiyakan khasiat kadal ijo untuk yang lain selain penyakit borok.
            Dari cerita keempat pembantu Kaki Selo, ada salah satu yang menarik. Suatu ketika Kaki Selo kedatangan perempuan muda, cantik dan menarik. Perempuan itu pernah bersumpah kalau sembuh dari penyakit boroknya akan bersedia mengabdi menjadi istri Kaki Selo. Namun Kaki Selo telah lupa dengan sumpah yang diucapkan perempuan itu. Sebenarnya Kaki Selo tersentuh hati dan kejantanannya menghadapi perempuan itu dalam keadaan memelas dan meminta. Hal itu disadari benar oleh Kali Selo karena hati dan kejantanan seorang lelaki tidak mengenal usia lanjut selama fungsi organ tubuhnya masih bekerja dengan baik. Namun demikian Kaki Selo tidak serta merta meladeni sentuhan hati perempuan itu. Barangkali juga Kaki Selo telah teguh dengan sumpahnya ingin menjadi orang bermanfat tanpa mengorbankan harga dirinya, atau Kaki Selo telah membelenggu diri dengan tali-tali keyakinanya.
            Kaki Selo menyambut kedatanganku setelah menikmati istirahat yang cukup.  Kuceritakan maksud kedatanganku. Kemudian Kaki Selo menyampaikan beberapa hal hubungannya dengan kadal ijo di lingkungan desaku.
            “Mas, kadal ijo di desa sini sangat berarti sekali untuk nambani penyakit borok. Dulu di desa ini tiap keluarga ada yang terkena penyakit borok. Semenjak aku memburu, memelihara dan menangkarkan kadal ijo untuk penyembuhan penyakit borok, desa ini sudah terbebas dari wabah penyakit borok. Merebaknya penyakit borok biasanya muncul bersamaan dengan munculnya banyak kadal ijo. Di desa Sampeyan seperti itu, kan?”.
            Aku manggut-manggut. Aku menyampaikan bagaimana mengatasinya.
            “Sampeyan jangan khawatir, aku mau bantu Sampeyan mengatasi hal ini. Harus disosialisasikan terlebih dahulu penyembuhan borok dengan kadal ijo. Kedengarannya memang menjijikkan, tapi itu obat satu-satunya yang murah terjangkau masyarakat. Dan sampai pada saat ini aku belum menemukan obat borok yang lain”.
            “Cara menangkap kadal ijo?”
            “Pertama kita harus mengenal sifat kadal ijo yang suka berubah warna dengan cepat. Untuk menangkap kadal ijo harus dengan kadal ijo. Kadal ijo akan mendekat sesama kadal ijo manakala ada kadal ijo yang lain. Itu sifatnya, suka berkelompok dengan yang lain”.
            “Kalau begitu aku harus bagaimana?”
            “Sampeyan boleh membawa kadal ijo sejumlah yang kamu butuhkan”.
            “Ha ... ! Caranya?”
            “Karena kadal ijo mudah berubah warna dan menghilang dengan cepat, maka kita harus tahu kapan kadal ijo tidak dapat berubah warna. Kadal ijo tidak dapat berubah warna dan lamur matanya ketika masuk saat sandekala atau pergantian siang dan malam, ketika matahari mengakhiri perjalanannya sepanjang siang”.
            “Cara praktisnya?”
            “Ikat kadal ijo yang Sampeyan bawa dari sini di tempat yang sunyi. Olesi tempat kadal ijo diikat dengan minyak kadal ijo supaya kadal ijo yang lain terpengaruh dan merubung kadal ijo yang ada. Saat sandekala tiba Sampeyan tinggal menangkap saru persatu kadal ijo yang merubung”.
            “Minyak kadal ijonya?”
            “Gampang, aku sudah banyak membuat minyak kadal ijo untuk keperluan yang sama, nambani borok bagi orang yang merasa jijik mengkonsumsi kadal ijo, apa itu dimasak atau disate”.
            “Masih ada lagi?”
            “Oh, ya. Tentukan pusat pengendali di tengah-tengah desa atau di rumah Sampeyan. Pastikan arah mata angin untuk penentuan asal kadal ijo bagi penderita penyakit borok dari arah mata angin yang sama”.
            “Masih ada cara tersisa?”
            “Jangan lupa berdoa! Semuanya tidak berarti apa-apa tanpa kuasa-Nya”.
            “Biayanya?”
            “Ah, itu gampang. Kalau sudah ada hasilnya, baru Sampeyan pikirkan. Jer basuki mawa bea. Begitu, kan?”
            Aku mengiyakan. Aku membawa seluruh apa yang diberikan ole Kaki Selo. Tentu Kaki Selo menyuruh salah satu pembantunya untuk ikut terlaksana dan suksesnya penangkapan kadal ijo di lingkungan desaku. Dan Kaki selo menyarankan kalau ada kesulitan bisa menghubunginya lewat pensel yang dipegang para pembantunya. ***

            Aku menjadi seperti Kaki Selo. Segala apa yang dikatakan Kaki Selo aku lakukan, memburu, menangkap dan memelihara kadal ijo untuk melayani penyembuhan penyakit  borok di lingkungan desaku. Pada awalnya istri dan anak-anakku merasa jijik dengan kadal ijo itu, tetapi setelah mendatangkan imbalan berganda mendukung perekonomian keluarga mereka sangat akrab dengan kadal ijo-kadal ijo itu. Utamanya dalam penyembuhan orang-orang yang terkena penyakit borok.
            Belum genap satu tahun, wabah penyakit borok di lingkungan desaku sudah dinyatakan lenyap bebas penyakit borok. Imbasnya masyarakat menganggap aku sebagai orang yang paling berjasa. Mengalirlah berbagai bentuk penghargaan yang tak terduga, terutama berupa uang yang dapat aku gunakan membangun kelayakan, bahkan juga kemewahan dalam keluargaku. Bersamaan dengan itu, aku mengurangi aktivitas yang besentuhan dengan kadal ijo, bahkan aku ingin menghentikan sama sekali karena sudah jarang orang membutuhkan kadal ijo untuk penyembuhan borok. Dan aku sudah merasa cukup banyak dalam mengabdi mengangkat harga diri masyarakat, bebas dari penyakit borok.
            Lama aku bergelimang kelayakan hidup dari lisensi Kaki Selo menyembuhkan borok dengan kadal ijo. Selama itu pula aku melupakan Kaki Selo dengan janji-janjiku yang pernah aku ucapkan. Waktu itu aku berjanji akan membayar semua apa yang telah diberikan Kaki Selo, tapi tidak aku lakukan. Lisensi Kadal Ijo unutuk penyembuhan borok keuntungannya tidak aku alirkan kepada Kaki Selo. Aku dengan serakah menikmati sendiri dan aku tidak merasa ada beban apa pun perihal Kaki Selo dan Kadal Ijo. Sudah aku lupakan semua.
            Sudah dua minggu kematian Kaki Selo baru sampai kabarnya kepadaku. Katanya aku tidak boleh datang dan memberi penghormatan terakhir. Katanya aku tidak dapat dipercaya dan tidak dapat memegang janji. Ia tidak rela pada lisensi kadal ijo yang aku pakai untuk penyembuhan borok. Aku merasa banyak berdosa berhutang budi dan materi kepadanya.
            Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menebus dosa-dosa dan berhutang secara materi kepada kaki Selo. Sementara itu, sejak sepeninggal Kaki Selo, kadal ijo banyak muncul dan berkembang lagi di lingkungan desaku dan desa Kaki Selo. Sudah digariskan berkembangnya kadal ijo akan bersamaan merebaknya lagi penyakit borok. Kemudian orang beramai-ramai tanpa dikomando memburu kadal ijo dengan caranya sendiri untuk penyembuhan penyakit borok. Namun penyakit borok kali ini tetap mewabah dan kebal walaupun ditambani kadal ijo. Hanya orang yang berperilaku bersih tidak akan pernah terjangkit penyakit borok.


                                                                                                Kebarongan, 25 Mei 2008.








  
  
                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar