Minggu, 19 Februari 2012


KUCING TUA DAN TUANNYA
Oleh : Sugiharto
            Kucing tua, hidup dengan tuannya yang masih setia sebagai tempat menyambung hidupnya. Kucing tua itu sudah tidak kelihatan lagi keperkasaannya. Tatapan matanya sudah redup. Wajahnya sudah tidak semringah lagi. Kuku-kukunya sudah memanjang keras dan tumpul, sulit dimasukkan ke sarungnya.  Badannya agak kurus, tidak berisi lagi. Bulu-bulunya menipis tidak mengkilap. Jalannya sudah lamban sekali bagai anak kecil belajar menghitung jari. Tidak peduli lagi tikus-tikus menggoda dan menghampiri untuk berkejaran beradu lomba lari. Pekerjaannya sehari-hari hanya tidur dan sesekali mengharap indahnya mimpi. Dan yang sangat mengenaskan, ketergantungannya pada jatah makan dari tuannya.
            Adalah satu-satunya kucing yang hidup di kota itu sejak adanya pembantaian masal seluruh hewan penyebar penyakit rabies di kota itu. Siapa pun yang memiliki hewan piaraan penyebar penyakit rabies harus menyerahkan kepada pihak pemerintah kota untuk dimusnahkan. Tidak peduli hewan itu sudah diimunisasi atau tidak. Bila diketahui ada orang melindungi salah satu binatang penyebar penyakit itu akan dihukum seberat-beratnya. Untuk itu, supaya diketahui secara umum pemerintah kota membuat selebaran dan pengumuman lewat pengeras suara berkeliling. Secara diam-diam, kucing itu sengaja dilindungi dan dipelihara oleh tuannya. Berbagai cara ditempuh tuannya dari menyembunyikan kucing itu, menutup semua akses keberadaannya, sampai meredam suaranya supaya tidak terdengar oleh siapapun. Intinya, kucing itu tidak boleh ada yang tahu keberadaannya di situ. Jadilah kucing itu  menyatu dengan kesendiriannya, menyatu dengan tuannya.
Ketika para petugas pemerintah kota menyisir ke rumah-rumah mencari binatang piaraan penyebar penyakit rabies, rumah tuan kucing itu digeledah. Secara tidak sengaja para petugas itu menemukan daftar induk kucing yang tergeletak di meja tamu. Otomatis kucing-kucing yang terdaftar di buku itu sudah diserahkan petugas semuanya. Hanya keheranan yang ditemukan para petugas pada daftar induk kucing selengkap itu melebihi daftar harga bahan pokok di pasar induk. Petugas tidak akan tahu ada satu kucing yang tidak dan belum terdaftar dalam buku induk itu karena belum lama kedatangannya di rumah itu. Petugas tidak akan menemukan kucing yang disembunyikan di tempat yang tidak terjangkau siapapun kecuali tuannya.
 Sebelum ada penyebaran penyakit rabies di kota itu, kucing-kucing di rumah tuan itu ada lebih dari satu dosin. Kucing-kucing di rumah itu bukan sengaja didatangkan, tetapi datang  dengan sendirinya ke situ. Tiap kucing yang datang ke rumah itu selalu diterima kedatangannya dengan penuh perhatian dan kasih sayang, melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya, sehingga kucing-kucing akan selalu betah dibuatnya. Selain kasih sayang, ada hal lain yang membuat kucing-kucing itu betah, salah satunya yaitu kucing-kucing itu diberi makan makanan yang lezat melebihi suguhan bagi perjamuan di pesta orang-orang elit. Yang lain, kucing itu diberi nama dengan nama yang diambil dari nama-nama perempuan bekas kekasih tuannya untuk kucing betina, dan nama rasi bintang untuk kucing jantan sesuai hari dan tanggal  kedatangan kucing itu. Yang menarik, setiap kucing di situ diajari sopan santun dan saling menghormati yang menuju kedamaian di antara kucing.
 Setiap kucing yang telah masuk ke rumah itu selalu punya catatan yang lengkap di tangan tuannya. Daftar nama-nama kucing tertulis lengkap seperti dalam buku induk siswa sebuah sekolah, bahkan lebih lengkap lagi karena di situ tercatat karakter-karakter kucing yang ditengarai dari berbagai gerakan seekor kucing sebagai ciri khas tingkahnya. Kucing-kucing yang telah terdaftar semua diberi label dan tanda milik bagi tuannya. Dalam label dan tanda milik disertakan pula penanda yang akan mengontrol jauh dekatnya kucing apabila keluar dari rumah tuannya. Dan kucing, apabila sudah terlalu jauh keluar dari rumah, penanda akan bergetar dan membisikkan tanda bahwa kucing itu harus segera kembali ke rumah tuannya.
Tuannya, selagi masih muda, menjadi idola sebagian wanita. Setiap wanita yang mengidolakan dan kesengsem selalu diberi harapan kepadanya. Tetapi, tidak satu pun wanita-wanita itu jadi istrinya. Ia selalu berprinsip perfecsionist dan idealis. Wanita-wanita yang ingin mendekatinya akan masuk ke dalam daftar olah data kriteria wanita sempurna. Tidak pernah ditemukan kesempurnaan yang diharapkan dan selalu dicarinya sampai usia mengiringi condongnya matahari menuju senja. Menyendiri, mempertahankan harga diri dan sudah tumbuh bayang-bayang ketakutan beristri menghantui, itulah yang disandangnya hingga kini. Pelariannya, memelihara kucing-kucing sebagai bentuk pelampiasan yang dianggapnya sebagai wadah menumpahkan berbagai rasa di dalam dada.
Tentu, yang namanya memelihara makhluk yang bernyawa butuh biaya. Kucing sebanyak itu membutuhkan biaya hidup yang tidak sedikit. Ada untungnya kucing-kucing itu dimilliki tuannya yang tidak kekurangan dalam bidang biaya hidup. Tuannya adalah termasuk seorang yang sukses studi dan berkarir, punya kemudahan dalam memperoleh duwit. Salah satu bidang yang ditekuni tuannya adalah sebagai free lance journalist atau wartawan lepas, di samping sebagai pengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di kota itu. Dengan karir inilah tuannya terhanyut dalam lautan keasyikan melupakan fitroh mencari jodoh. Dari bidang ini juga, tuannya menulis tentang kucing dari berbgai segi yang dikirimkan dan dimasukkan ke situs internet yang bermanfaat bagi para pengakses yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kucing, baik misteri, biologis, kecerdikan, keelokan maupun  segala tingkah lakunya.  
 Kucing tua, merupakan bagian dari proses menjadi tua dari seekor kucing. Tentunya, sebelum menjadi tua kucing itu pernah berjaya. Setelah aman dari perburuan binatang-binatang penyebar penyakit rabies, dan pihak pemerintah kota sudah menyatakan bebas dari penyakit itu,  kucing itu oleh tuannya baru dapat dikeluarkan dari persembunyiannya atau yang lebih ekstrim lagi dari penjaranya. Ketika kucing itu baru dikeluarkan, langsung matanya memancarkan kebencian pada musuh bebuyutannya, tikus. Dengan gerakan-gerakan bagian tubuh kucing itu mulai mengendus di mana keberadaan tikus-tikus yang akan menjadi sasarannya. Dengan gagah, kuping bergerak ke depan, kuku-kuku terhunus keluar dari sarungnya, kucing itu melangkah pelan-pelan mendekati sebuah jok kursi model tertutup yang biasanya menjadi tempat sarang dan persembunyian tikus-tiukus. Kucing menggeram beberapa kali mengusik tikus supaya keluar dari persembunyiannya. Tangkapan pertama dari seekor kucing yang cukup lama tidak memakan tikus, dengan buasnya ia mencabik dan memakan tikus itu. Tapi, satu tikus terbunuh belum berarti apa-apa bagi tikus-tikus yang lain karena perkembangbiakannya lebih cepat dibandingkan proses ditelannya tikus dalam perut si kucing yang sehari cukup makan satu tikus. Itupun apabila si kucing itu tidak terlalu kenyang dan keasyikan diberi makan yang lezat-lezat oleh tuannya .  
Sebenarnya menyayangi dan hidup dengan kucing-kucing dimulai sejak ayah dan ibunya telah tiada. Sebagai anak tunggal, ia langsung merasakan kesepian dan kehilangan orang-orang  yang dikagumi dan dicintainya. Ibunya lebih dulu meninggal dari ayahnya Waktu ditinggal ayahnya, ia sedang menyelesaikan dan melengkapi persyaratan kelulusan sarjana strata satu (S 1) dengan indeks pestasi tertinggi dan masuk pada nominasi beasiswa studi strata dua (S 2). Yang mengesan baginya, ketika ayahnya membisikkan pesan-pesan, “Kamu anak tunggal. Harus mandiri. Jangan cengeng dengan masalah-masalah sepele. Lakukan suatu pekerjaan dengan nurani, dengan ikhlas tanpa pamrih. Bekerja jangan pilih-pilih. Cintailah pekerjaanmu seperti kamu mencitai dirimu sendiri. Bersyukur dan nikmati walaupun sedikit hasilnya, Insya Alloh akan berkah”. Ibunya juga penah memberi pesan, “Kalau kamu ingin membina rumah tangga, cari wanita yang lebih muda usianya biar tidak kerepotan kalau tua. Tidak usah terlalu cantik yang penting hati dan kesetiaannya. Jangan pernah melukai hati wanita, karena lukanya wanita bisa menghancurkan dunia, dan air matanya bisa menenggelamkan bulan dan matahari”.
Kini kucingnya sudah tua. Banyak hal yang disandangnya akibat dari tua. Semua menuju bagian akhir dari proses antiklimaks. Segala kenikmatan terkikis menipis atau sebagian hilang sama sekali. Mata dalam kenikmatan memandang sesuatu serba indah,  sudah kabur. Mulut, dari perlengkapannya sudah terkurangi kenikmatannya. Gigi yang menjadi bagian vital mengunyah makanan rontok dan tanggal sebagian. Lidah sebagai pangkal merasakan makanan, kadang jadi kelu karena syaraf-syarafnya sudah mengkerut. Tenggorokan juga semakin sulit untuk menelan karena proses yang sama. Gigi, lidah dan tenggorokan sebagai penghasil suara lantang yang menakutkat bagi tikus-tikus, kini parau dan mengenaskan.  Belum lagi telinganya yang sudah sedikit budeg, sering mengeluhkan tuannya sewaktu memanggilnya. Dan yang paling merepotkan tuannya selagi kucing itu buang hajat sembarangan.
Suatu ketika kucing tua dan tuannya bersanding di teras sore hari. Kucing itu tiduran di matras atau kesed, sedangkan tuannya duduk di kursi rusban. Keduanya sedang saling memandang membaca apa yang ada pada diri masing-masing. Tuannya dengan ekspresi wajah penuh tanya menggabungkan pikiran dan hatinya, “Kucing, kalau dulu kamu aku serahkan kepada petugas penyisir binatang-binatang penyebar penyakit rabies, ceritanya tidak akan begini. Kamu tentu sudah dibunuh dan tidak ada ceritanya lagi”. Kemudian kucing juga menatap sekuat-kuatnya tuannya, “Tuan, seandainya dulu aku diserahkan kepada petugas penyisir binatang penyebar rabies tidak akan begini nasibku. Aku sudah mati. Aku tidak menanggung beban kerentaan hari tua. Aku tidak merepotkan siapa-siapa”. Kemudian tuannya melanjutkan, “Kalau aku bunuh kamu, aku tidak tega, tidak sampai hati. Kebersamaanku denganmu bisa ternoda. Di samping itu, aku takut terhantui rasa dosa sebagai pembunuh”. Kucing juga mengungkapkan lagi, “Aku kasihan, sangat merepotkan Tuan. Aku rela kalau Tuan membunuhku. Penderitaanku bisa pupus hanya dengan kematian. Tuan jangan ragu, aku hanya seekor kucing. Selama ini juga aku bergantung segalanya pada Tuan. Tidak ada salahnya kalau Tuan mengakhiri penderitaanku dengan kematian. Ah, tapi Tuan, jangan pernah membunuhku, nanti Tuan bisa dosa. Biarlah kematian menjadi bagian dari proses perjalanan hidupku dengan garis yang telah ditentukan”.
Malam itu, kucing tua itu sengaja tidur di luar rumah. Pada tengah malam ketika tuannya sudah tidur, kucing tua itu pergi, entah ke mana hanya sebatas ingin menghilang dan mengakhiri kerepotan tuannya. Dengan tenaga ketuannya kucing itu menyusri jalan menuju jalan raya yang sudah cukup lengang, hanya satu dua kendaraan melintas. Pada saat menyeberang jalan ada kendaran mobil sedan lewat tidak begitu cepat  namun bagi kucing tua yang tidak bisa lari, berakibat buruk tertabrak mobil itu. Mobil itu berhenti dan sopirnya mengetahui kucing yang tertabrak tidak bergerak lagi, mati. Sopir itu memungut  kucing itu dan membawanya pulang untuk dikubur layaknya orang mati. “Untuk membuang sial dan rasa yang tidak-tidak selama memegang stir mobil di perjalanan”, kata sopir itu.
Keesokan harinya, ketika tuannya biasa memanggil kucing itu dengan nama panggilannya “Tiara” sebagai kucing betina, untuk diberi makan, tidak ada suara kucing menyahut, sepi. Berkali-kali tuannya memanggilnya, “Tiara, Tiara, kamu di mana?”. Tidak ada yang menyahut.  Sudah berusaha mencari dan memanggilnya lagi dalam keputusasaan, tetap tidak ada sahutan. Hanya suara kenangan kucing itu menyahut berkali-kali terngiang dalam ingatan tuannya.

                                                                                    Kebarongan, 14 Februari 2011
                                                                                   
                                                                                    Sugiharto.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar